( Mencari Damai Diri)
Yakinkah ku berdiri
Di hampa tanpa tepi
Bolehkah akuMendengarMu
Alhamdullillah, ekspedisi yang membawa erti, walaupun cuma sejenak, tapi ia hadir dalam mimpi.
Perkenalan pada dunia baru yang membawa cinta yang hampir malap kembali mencapai kilauan.
Wajah ceria yang dihitung dari mata warga kota, tak kan bisa mencapai dasar kehidupan manusia yang sebenar, kerna pada pandangan akan lahir fatamorgana, kerna pada renungan hanya hadir sejenak penghayatan.
Namun, telaah cinta hanya bermanfaat pada yang membajaknya, hanya nikmat pada yang menggemburnya, dan hanya akan asyik bangatt pada saat menuainya. Acapkali, hembusan nafas bertingkah, hadirkah CINTA?
Tanpa bisa bersembunyi
Aku dan nafasku
MerindukanMu
Mungkin hati ini dicuri, pada saat menikmati keindahan hutan primer pedalaman Kalabakan, Tawau yang luar biasa indah dan mempesonakan, apatah lagi ketika menjejak ke sesuatu kawasan, dan saat ketika nota ini digarap juga, perasaan yang berbaur ketenangan masih dapat dirasai.
Kenapa? Nilai keabadian cinta sukar untuk diterjemahkan, ia tak semudah nyanyian Si Pramugara Anuar Zain, ataupun tak seiring dengan ilham pencipta lirik lagu tersebut.
Terpuruk ku di sini
Teraniaya sepi
Dan ku tahu pasti
Kau menemani
Bagaikan tersedar dari tidur, ku terpana pada suasana, gerombolan manusia yang bersama dalam susah dan senang ( sukar untuk menterjemahkan senang pada perjuangan mereka, tapi amat pasti mereka gemilang mencari rezeki, sangat terbilang mentafsir kehidupan). Masakan tidak, kanak-kanak comel yang tidak dapat ke sekolah, hanya bermain mengejar usia, dan sehingga sampai waktu mereka sedia bekerja, tenaga muda mereka dikerah untuk kehidupan dunia. Doa kita untuk kebahagiaan mereka.
Dalam hidupku
Kesendirianku
Malam Berapi di Kalabakan, sebuah novel yang sudah ku lupa penulisnya, menceritakan tentang perjuangan manusia mencapai kemanusiaan. Novel terbaik, namun sudah tiada dalam simpanan, alangkah cantiknya andai dapat ia seiring dengan langkahku tempoh hari.
Mereka tetap gembira, bukan kerna pesona warga kota, tapi kerana naluri hubungan manusia, yang setia pada pertuturan alam. Sapaan yang seindah senyuman, tawa yang menghilangkan prejudis dan prasangka.
Takkan dapat diselam apa yang didalam, tapi penghormatan manusia sesama manusia mereka luar biasa, sepertinya mereka telah kembara belajar Public Relationship, mustahil sikap mereka bersamaan warga kita di kota. Di mana pelajaran mereka? Tak perlu diletakkan kayu pengukur, tapi di mana pengajaran kisah mereka kepada kita.
Yang peliknya, sebahagiannya tidak pandai menulis bahkan juga mengira, tapi ‘tulisan’ wajah mereka menterjemahkan selaut perkataan, mereka tak perlukan tinta, kerna cita mereka mentafsirkan impian.
Dua keluarga jika ku tidak silap, hidup dalam kesepian sendiri. Keduanya episod yang sama. Kesayuan anak yang kehilangan ibu, kesepian suami peneman sunyi, juga ratapan ibu kepada mereka yang bergelar ibu. Sungguh sedih, saat melihat wajah anak kecil yang seusia dua tahun, memanjat usia tanpa pendidik yang kaya dengan kasih sayang. Peragutnya adalah malaria, hidupan yang hidup membinasa hidupan, manusia.
Teringat ku teringat
Pada janjiMu ku terikat
Hanya sekejap ku berdiri
Ku lakukan sepenuh hati
Beratus-ratus daripada mereka menjana hidup di sana, bukan untuk mereka tapi untuk kita, memberi inspirasi yang bukan sekadar teori, tetapi telahan yang sememangnya terjadi.
Parit apakah yang cuba kita gali, untuk meletakkan sesuatu yang berguna untuk mereka,
Air, beras, minyak, elektrik atau wang atau keyakinan cinta pada Agama( yang mana kita sendiri tercari-cari)
Apa manfaat pada mereka?
Cukupkah tolenrasi kita pada mereka?
Perlukah glamor pada mereka? Semacam kita???
Allah wujudkan kemuliaan pada mereka dengan hamparan permaidani hijau, di atas pengorbanan mereka
Namun Allah jatuhkan kehinaan pada kita dengan hamparan permaidani merah bertakhta permata, yang menjulang khianat pada dunia.
Terharu dan pilu, manusia yang kehilangan identiti, mencari-cari.
Sedih dalam sendu, meranapkan kemuliaan kita di kota dengan meriam-meriam kesombongan.
Menjahanamkan kenikmatan pada kehambaan pada Tuhan
Siang dan malam yang berganti
Sakitku ini tak ada arti
Jika Kaulah sandaran hati
Kaulah sandaran hati
Sandaran hati
Apa mereka pasti, apa kita pasti pada kemaslahatan yang berbasi-basi.
Tak cukupkah ruang untuk menempati? Tak cukupkah dulang untuk diisi, keperitan yang tak sama dirasai.
Menyeru-nyeru pada keadilan, menyeru-nyeru pada kesamarataan, apa mungkin tafsirannya berbeza, apa mungkin nilainya sama?
Pada dunia, mata yang menghidu, pada dunia, kaki yang melihat dan pada dunia lutut yang memandu.
Inikah yang Kau mahu
Benarkah ini jalanMu
Hanyalah Engkau yang ku tuju
Pegang erat tanganku
Bimbing langkah kakiku
Aku hilang arah
Tanpa hadirmu
Dalam gelapnya
Malam hariku
Regards
S.Mizan Saidin
Perjalanan Mencari Muhasabah
"Majulah Ikhwah untuk Dakwah"
Alfatah_mujahid06@yahoo.com.my